Sebuah Dedikasi Wawancara Kapten Kami

(Hanoi, 2019) Oleh : Danil Suhada

69 tahun lalu. Ntah dari mana idenya. Seorang pewarta Deli itu, yang pernah mengecap kehidupan luar negeri, kemudian memimpin sebuah redaksi. 4 tahun mendalami jurnalistik di Berlin, sesekali singgah ke Nederland untuk ngopi-ngopi bersama aktivis-aktivis PARI. Adalah Adi Negoro, pemuda yang sering dititipkan risalah-risalah Tan Malaka untuk disebarluaskan di Indonesia.

Iya, Adi Negoro adalah salah satu tokoh yang memungut semangat kebersamaan, ikut mendirikan sesuatu yang menjadi kebanggaan kita bersama dan warisan yang harus kita jaga dengan sepakbola sebagai medianya. PSMS Medan.Punya semangat pemberontakan sejak embrio, berdiri diatas kritik itu sudah menjadi fundamentalnya. Ide yang mahal yang ntah dari mana datangnya.

Kalau saja ide itu tak ada sebelumnya, pastilah kecintaan ini tak pernah larut terlalu jauh. PSMS lebih  dari sekedar sebuah klub, yang setiap laganya adalah pesta, setiap pertemuan kita begitu istimewa. Dalam satu hari wawancara ini mungkin tak pernah ada.

Akhir pekan itu sebuah rencana besar saya untuk pulang kampung, setelah menjalani tugas pekerjaan yang begitu padat. Menjajaki ilmu di negeri matahari, bernegosiasi di pinggiran selat pelayaran Cheng Ho. Setahun sudah, kami berproses mengerjakan sebuah film dedikasi untuk kebanggaan ini dan sore itu adalah titik klimaksnya. Sebuah wawancara untuk kapten kami, El Capitano Legimin Raharjo dan bagian ini dipercayakan kepada saya. Tak ada alasan untuk tidak pulang tentunya.

Titik kumpulnya, Stadion Teladan. Ternyata cukup ramai yang datang, 60 orang mungkin, hitungan paling sedikit. Ada tuaknya, kalau tak ada tak party katanya. Kemudian saya berbisik ke seorang kawan "minum tuaknya biasa, tapi yang mahal adalah momennya sore ini". Kapten kami datang bersama keluarganya, dibawanya anak dan istrinya, pemimpin dia memang. Sosok yang dibanggakan kota kami, karena kami tak tahu lagi apa yang bisa dibanggakan sama kota kami ini, kalau bukan hanya PSMS Medan dengan sisa-sisanya.

Wawancara saya mulai dengan bagaimana bentuk emosional seorang Legimin ketika mendapat dukungan lebih dari  suporter. Tersenyum dia, tak menyangka bisa sampai ke titik ini. Masih banyak pemain yang lebih hebat dari dirinya di kota ini, tapi Tuhan memberinya jalan hidup untuk membela klub yang dicintai banyak orang, jadi kapten pula. Mulai berkaca-kaca matanya, ketika menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. Apakah kapten kami menangis harus menerima kenyataan degradasi ke kasta dua, buah dari perjuangan kasta tertinggi sepakbola negeri ini. Terdiam sejenak kapten kami ini, tertunduk dia, mencoba menarik nafas panjang "saya melihat media sosial, melihat anak-anak kecewa tapi cukup istri dan keluarga yang tahu gimana saya kecewa dan sedih, kegagalan ini biarlah air mata ini jatuh dipelukan istri". Haru biru suasana sore itu, di sebuah ruangan bawah tribun stadion tua ini. Ruang loker pemain PSMS yang mungkin saya tak tahu bagaimana bentuknya bila tak ada wawancara ini. Lalu menggebu-gebu dia menjawab pertanyaan, bagaimana semangat Rap-Rap bisa ada. Teriakan serentak "Rap!" kita di stadion dan pemain yang berjuang di lapangan menjadi satu paket kesatuan. Pemain butuh teriakan itu untuk menjaga pola permainan PSMS yang dikenal keras. Pola permainan yang sudah menjadi budaya yang mengakar. "Saya belum memikirkan kapan saya akan berhenti main bola, jika PSMS membutuhkan saya, saya siap!"begitu katanya, Legimin Raharjo kapten kami itu.


Kapan film yang kami garap secara kolektif ini selesai? kami juga belum tahu kapan selesainya. Masih butuh waktu memang, untuk memperdalam risetnya. Tak usah ditunggu, party-party saja agar tak terasa kali. Kami juga sedang berusaha, disini anak-anak Medan sampai mati untukmu Kinantan.

Hari ini genap 69 tahun sudah umur PSMS Medan. Tetap menjadi warisan, identitas, dan marwah kita semua yang telah menjadi sebuah menjadi sebuah kebanggaan. Kasta kedua kenapa rupanya, untuk kembali menggelar pertemuan dan pesta-pesta kecil disetiap lagamu sudah menjadi sebuah kerinduan kami. Berjuanglah Kinantan, jangan jadi tua yang hanya menyisakan tengkar antara kita sama kita. Bagaimana pun jadinya film yang kami garap bersama itu nantinya, harapan kami kembalilah menjadi sexy (the) killers.

Selamat Ulang Tahun!

Tabik Setabik-tabiknya.

Comments