Belenggu Jejak
“Pertandingan
klasik memori ala Perserikatan. Musuh bebuyutan di zaman Perserikatan Persib
adalah PSMS,” kata Djadjang Nurdjaman dilansir dari JUARA (22/03/2017).
Dorongan menulis kali
ini muncul sejak seminggu yang lalu, ditambah lagi adanya pancingan dua hari
yang lalu oleh seorang teman yang juga mengelola blog lewat konten grafis bertema
PSMS Medan serta permintaan teman-teman yang lain kian memantapkan untuk
menulis. Sebelumnya saya sudah pernah mengangkat tulisan terkait topik
rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung dengan judul Usab Perning : Yang Selalu
Dinanti. Sudah barang tentu cerita tentang rivalitas PSMS Medan Vs Persib
Bandung tidak akan pernah ada habisnya, entah itu pada zaman Perserikatan atau
pun pada peradaban sepakbola modern dan yang paling khas tentu adalah The Great
Indonesian Final tepat 34 tahun yang lalu.
The Great Indonesian
Final merupakan partai yang paling bersejarah dalam cerita rivalitas PSMS Medan
Vs Persib Bandung. Pertandingan tersebut memecahkan rekor penonton terbanyak
dalam sejarah sepakbola amatir versi Asian Football Confedration (AFC), jumlah
penonton menembus angka sebanyak 150.000 orang, 40.000 lebih banyak dari
kapasitas Stadion Utama Gelora Bung Karno pada saat itu. Sinyal perseteruan
antara PSMS Medan dan Persib Bandung menemui klimaks pada kompetisi Perserikatan
1983. Rekor pertemuan kedua tim berimbang pada tahun itu, PSMS Medan dan Persib
Bandung bertemu sebanyak empat kali, dua kemenangan untuk PSMS Medan dan dua
kemenangan untuk Persib Bandung. Pada putaran pertama PSMS Medan mengalahkan
Persib Bandung, lalu pada putaran kedua Persib Bandung yang keluar sebagai
pemenang. Pada klasemen akhir wilayah barat PSMS Medan menjadi juara dan Persib
Bandung lolos sebagai runner-up. Lalu kedua tim kembali bertemu pada babak
empat besar, dengan skema setengah kompetisi Persib Bandung berhasil
mengalahkan PSMS Medan dan menjadi juara sedangkan PSMS Medan berakhir sebagai
runner-up. Pada masa itu juara dan runner-up babak empat besar kembali
dipertemukan pada grand final. Lewat adu pinalti dengan skor 3-2 PSMS Medan
keluar sebagai juara pada Perserikatan 1983 setelah sebelumnya kedudukan 0-0. Jadi,
The Great Indonesian Final merupakan final ulangan dari kompetisi sebelumnya,
rekor pertemuan PSMS Medan Vs Persib Bandung pada Perserikatan 1985 juga tidak
kalah serunya dari empat pertemuan tiga berakhir dengan skor sama kuat, 2-2
pada putaran pertama, 0-0 pada putaran kedua, dan 2-2 pada grand final,
sementara sisanya PSMS Medan menang 1-0 pada babak enam besar.
Sementara itu dari
keseluruhan rekor pertemuan PSMS Medan dan Persib Bandung, kemenangan terbesar
PSMS Medan dari Persib Bandung terjadi pada tanggal 06 Agustus 2005 leg-1 Copa Indonesia
2005 dengan skor 5-0, sedangkan kemenangan terbesar Persib Bandung dari PSMS
Medan terjadi pada tanggal 30 Agustus 1959 Kejurnas PSSI dengan skor 8-1. Terlepas
dari cerita mana yang menang, mana yang kalah, dan mana yang juara poinnya
Medan dan Bandung telah berhasil mengukir monumen kegemilangan dalam khazanah
sepakbola Nusantara. Cerita rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung khususnya
Perserikatan 1983 dan 1985 akan terus dikenang dan menarik perhatian. Dalam
buku Persib Undercover karangan Aqwam Fiazmi Hanifan dan Novan Herfiyana ada
dua sub-bab khusus yang mengangkat rivalitas PSMS Medan dan Persib Bandung
yaitu, Final Divisi Utama Perserikatan 1983 Rival Itu Bernama Medan dan Final
Divisi Utama Perserikatan 1985 Dendam Yang Tak Terbalaskan.
Memang sudah
seharusnya kita mengetahui dan menghormati sejarah terlebih tentang kisah-kisah
seperti rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung ini, namun jangan sampai sejarah
sekedar membuat hanyut sehingga memalingkan fokus ke depan, sejarah sepatutnya
dijadikan teropong membidik momen-momen baru di depan yang kelak pantas
disandingkan dalam rangkaian-rangkaian kisah gemilang yang telah ada.
Jika kita lihat pada
dewasa ini, Persib Bandung masih mampu tampil dengan kharisma-nya sementara
PSMS Medan kian menyurut tenggelam dari jajaran tim-tim elit Indonesia terkini.
Manajemen tim yang baik, sponsor mapan yang tertarik, dan suporter yang fanatik
namun tak fasik merupakan hal-hal yang mempengaruhi keberlangsungan nafas dari
sebuah tim. Mengapa PSMS Medan terpuruk beberapa tahun belakangan ini saya pun
tak mampu membuat vonis ataupun diagnosa valid atas perihal itu. Saya hanya
dapat menyarankan untuk kita semua tepuk dada kita lalu renungkanlah.
Kinantan selalu
kebanggaan.
Up!
ReplyDeleteUp
ReplyDelete