Belenggu Jejak



Oleh: Luthfi F. A. Harahap (Padang, 23 Februari 2019)

“Pertandingan klasik memori ala Perserikatan. Musuh bebuyutan di zaman Perserikatan Persib adalah PSMS,” kata Djadjang Nurdjaman dilansir dari JUARA (22/03/2017).

Dorongan menulis kali ini muncul sejak seminggu yang lalu, ditambah lagi adanya pancingan dua hari yang lalu oleh seorang teman yang juga mengelola blog lewat konten grafis bertema PSMS Medan serta permintaan teman-teman yang lain kian memantapkan untuk menulis. Sebelumnya saya sudah pernah mengangkat tulisan terkait topik rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung dengan judul Usab Perning : Yang Selalu Dinanti. Sudah barang tentu cerita tentang rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung tidak akan pernah ada habisnya, entah itu pada zaman Perserikatan atau pun pada peradaban sepakbola modern dan yang paling khas tentu adalah The Great Indonesian Final tepat 34 tahun yang lalu.

The Great Indonesian Final merupakan partai yang paling bersejarah dalam cerita rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung. Pertandingan tersebut memecahkan rekor penonton terbanyak dalam sejarah sepakbola amatir versi Asian Football Confedration (AFC), jumlah penonton menembus angka sebanyak 150.000 orang, 40.000 lebih banyak dari kapasitas Stadion Utama Gelora Bung Karno pada saat itu. Sinyal perseteruan antara PSMS Medan dan Persib Bandung menemui klimaks pada kompetisi Perserikatan 1983. Rekor pertemuan kedua tim berimbang pada tahun itu, PSMS Medan dan Persib Bandung bertemu sebanyak empat kali, dua kemenangan untuk PSMS Medan dan dua kemenangan untuk Persib Bandung. Pada putaran pertama PSMS Medan mengalahkan Persib Bandung, lalu pada putaran kedua Persib Bandung yang keluar sebagai pemenang. Pada klasemen akhir wilayah barat PSMS Medan menjadi juara dan Persib Bandung lolos sebagai runner-up. Lalu kedua tim kembali bertemu pada babak empat besar, dengan skema setengah kompetisi Persib Bandung berhasil mengalahkan PSMS Medan dan menjadi juara sedangkan PSMS Medan berakhir sebagai runner-up. Pada masa itu juara dan runner-up babak empat besar kembali dipertemukan pada grand final. Lewat adu pinalti dengan skor 3-2 PSMS Medan keluar sebagai juara pada Perserikatan 1983 setelah sebelumnya kedudukan 0-0. Jadi, The Great Indonesian Final merupakan final ulangan dari kompetisi sebelumnya, rekor pertemuan PSMS Medan Vs Persib Bandung pada Perserikatan 1985 juga tidak kalah serunya dari empat pertemuan tiga berakhir dengan skor sama kuat, 2-2 pada putaran pertama, 0-0 pada putaran kedua, dan 2-2 pada grand final, sementara sisanya PSMS Medan menang 1-0 pada babak enam besar.

Sementara itu dari keseluruhan rekor pertemuan PSMS Medan dan Persib Bandung, kemenangan terbesar PSMS Medan dari Persib Bandung terjadi pada tanggal 06 Agustus 2005 leg-1 Copa Indonesia 2005 dengan skor 5-0, sedangkan kemenangan terbesar Persib Bandung dari PSMS Medan terjadi pada tanggal 30 Agustus 1959 Kejurnas PSSI dengan skor 8-1. Terlepas dari cerita mana yang menang, mana yang kalah, dan mana yang juara poinnya Medan dan Bandung telah berhasil mengukir monumen kegemilangan dalam khazanah sepakbola Nusantara. Cerita rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung khususnya Perserikatan 1983 dan 1985 akan terus dikenang dan menarik perhatian. Dalam buku Persib Undercover karangan Aqwam Fiazmi Hanifan dan Novan Herfiyana ada dua sub-bab khusus yang mengangkat rivalitas PSMS Medan dan Persib Bandung yaitu, Final Divisi Utama Perserikatan 1983 Rival Itu Bernama Medan dan Final Divisi Utama Perserikatan 1985 Dendam Yang Tak Terbalaskan.

Memang sudah seharusnya kita mengetahui dan menghormati sejarah terlebih tentang kisah-kisah seperti rivalitas PSMS Medan Vs Persib Bandung ini, namun jangan sampai sejarah sekedar membuat hanyut sehingga memalingkan fokus ke depan, sejarah sepatutnya dijadikan teropong membidik momen-momen baru di depan yang kelak pantas disandingkan dalam rangkaian-rangkaian kisah gemilang yang telah ada.

Jika kita lihat pada dewasa ini, Persib Bandung masih mampu tampil dengan kharisma-nya sementara PSMS Medan kian menyurut tenggelam dari jajaran tim-tim elit Indonesia terkini. Manajemen tim yang baik, sponsor mapan yang tertarik, dan suporter yang fanatik namun tak fasik merupakan hal-hal yang mempengaruhi keberlangsungan nafas dari sebuah tim. Mengapa PSMS Medan terpuruk beberapa tahun belakangan ini saya pun tak mampu membuat vonis ataupun diagnosa valid atas perihal itu. Saya hanya dapat menyarankan untuk kita semua tepuk dada kita lalu renungkanlah.

Kinantan selalu kebanggaan.

Comments

Post a Comment