Calo Tiket Teladan

Oleh : Mizwar Affandi

Keberadaan calo tiket disetiap kegiatan olahraga (khususnya sepakbola) memang sulit untuk diberantas. Tak memandang kasta ataupun skala pertandingannya, kehadiran para calo tiket akan selalu terlihat disetiap event olahraga paling digemari didunia ini. Tak hanya dievent sepakbola lokal, pertandingan sekelas World Cup dan EURO Cup pun juga disusupi oleh para calo tiket yang berada disekitar stadion maupun Bar tempat berkumpulnya para penggila sepakbola.
            Di Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya para penggila sepakbola sudah sering bersentuhan langsung dengan para “makelar tiket” ini. Tak tau pasti sejak kapan beroperasinya para calo tiket, yang pasti keberadaan mereka memunculkan pro & kontra di khalayak penikmat sikulit bundar. Simbiosis Mutualisme yang dijalankan, seolah2 mempermudah antara pencari tiket & penjual. Pembeli tak perlu mengantre lama utk mendapatkan tiket yang mereka butuhkan, hanya sekali tawar ditambah kata2 rayu, tiket pun bisa diraih dgn hitungan menit dengan harga yang telah disepakati.
            Fenomena keberadaan calo tiket membuat beberapa klub sepak bola di negri ini mengambil kebijakan. Salah satunya membuat sistem tiket online dan barcode yang bertujuan memperkecil ruang gerak calo tiket serta mampermudah para pecandu sepakbola dalam memperoleh tiket secara tepat. Memanfaatkan teknologi yang berkembang, pihak klub pengelola berusaha memanjakan para fans dengan membuat terobosan baru tersebut.
            Di Medan sendiri, yang pernah menjadi barometer sepak bola nasional diketahui sebagai masyarakat penggila bola. Ditambah lagi klub kebanggaan Tanah Deli ini berhasil naik kasta teratas setelah beberapa tahun terjerembab dikasta kedua  Liga Indonesia. Antusias yang meningkat pesat membuat manajemen PSMS mengambil langkah cepat dengan menggandeng loket dot Com dan aplikasi ojek online guna mempermudah pendistribusian tiket. Sistem ini mengharuskan calon pembeli tiket mempunyai HP android dan Email aktif. Selain sistem online, manajemen juga membuka sistem offline. Sistem lama yang mengharuskan calon pembeli tiket datang langsung diloket pembelian  dan membeli sesuai harga yang sudah ditampilkan diakun sosmed official PSMS Medan.
            Mengusung slogan “No Tiket No Game” , gerakan positif yang disuarakan bertujuan agar setiap penonton memiliki tiket pertandingan sekaligus berperan  aktif menghidupi klub yang tak mendapatkan dana dari pemerintah. Slogan tersebut juga sebagai apresiasi kepada para pemain yang telah berjuang dilapangan dan juga sebagai nafas klub untuk bertarung dikompetisi yang padat ini. Akan tetapi slogan yang digaungkan sedikit ternoda dikarenakan masih menjamurnya para calo tiket disekitaran stadion. Tak jarang juga para calo tiket ini menggoda para calon pembeli tiket diloket resmi utk tak mengantre lama dengan membeli tiket yang dimilikinya.
            Tak tahu darimana mereka bisa mendapatkan tiket tersebut, yang jelas dari yang saya lihat dilapangan mereka dengan jumlah tiket yang tak sedikit menjajakan tiket kepada setiap calon pembelinya secara terang-terangan mulai dari harga termurah sampai termahal (sesuai tribun). Kalaupun merujuk dari mekanisme pembelian tiket diloket resmi baik online maupun offline, panitia pelaksana hanya memberikan maksimal 4 lembar tiket kepada satu orang pembeli. Ada indikasi kongkalikong antara calo & oknum terkait dalam pendistribusian tiket. Fenomena ini terlihat saat loket pembelian tiket dibuka, para calo sudah berkeliaran disekitar Stadion Teladan. Tak sedikit juga para calo tersebut menjual tiket yang dikhususkan untuk para suporter. Dari kejadian tersebut bisa kita simpulkan dengan jelas, antara panpel & pihak penerima tiket belum maksimal dalam memperkecil ruang gerak para calo tiket.

            Demi kebaikan bersama, seluruh elemen yang mencintai PSMS harusnya bersinergi, baik dikalangan suporter maupun stakeholder lainnya. Pihak suporter memanage dengan baik sistem tiketingnya. Jatah tiket yang diberi panpel baiknya dijual dibasis – basis maupun korwil yang telah ditunjuk. Jangan ada lagi transaksi disekitaran stadion sebelum pertandingan dimulai. Ini sikap yang harus dilestarikan, agar slogan “Hidupilah PSMS, jangan hidup dari PSMS” yang terpatri dalam diri terealisasi dengan nyata. Dan juga sebagai sikap memerangi calo yang telah menjamur diarea stadion. Diterima atau tidaknya pesan ini, semua kembali lagi ke setiap individu maupun kelompok masing – masing.

            Sangat disayangkan niat baik para penggila PSMS yang ingin berkontibusi kepada tim kebanggaannya tersebut harus jatuh kepada pihak yang salah. Puncaknya saat pertandingan PSMS Medan Vs Perseru Serui (Jum’at 20 April 2018). Kala itu beredar tiket palsu yang mengakibatkan calon penonton merugi. Kebiasaan buruk ini hendaknya diubah demi nama baik PSMS sendiri. Atau memang calo tiket di Medan sudah dihalalkan ? ahh.. sangat disayangkan budaya tak baik ini harus terus berlanjut.

            Baiknya, disetiap poster yang di keluarkan melalui akun official PSMS tak hanya tentang “No tiket No Game” tapi juga disertakan tulisan yang mendidik untuk selalu membeli tiket diloket resmi dan menghindari calo – calo yang berkeliaran. Tak lupa juga untuk menindak tegas para calo yang kedapatan menjual harga yang tak wajar. Animo yang tinggi harusnya menjadi penyemangat dalam melayani para penggila PSMS demi kemajuan kebanggan KITA bersama.
PSMS LAS NI ROHAKU !!

Comments