Liga 1, Sumatera 2, Poin 3.



Oleh : Yudha P. R. Situmorang (Sleman, 16 Oktober 2018)

Liga 1
            Kasta tertinggi sepakbola Indonesia saat ini kembali bergulir meski sempat dihentikan sementara akibat insiden yang sangat memilukan hati penikmat sepakbola Indonesia. Semakin hari persaingan semakin panas, baik di dalam maupun di luar lapangan. Banyaknya peristiwa yang terjadi sampai hari ini pun masih banyak menyisakan tanda tanya. Kenapa bisa begini? Kenapa bisa begitu? Yang jawaban nya mungkin bagi beberapa orang dapat dijawab dengan kalimat, ya sudahlah! Apabila kita melihat jalannya Liga 1 2018 secara keseluruhan hingga saat ini, maka kita dapat menyimpulkan, hampir semua tim pernah bermasalah, baik itu dengan Federasi, Supporter, Panpel, dll. Belum lagi dengan posisi naik-turun beberapa klub yang disebabkan keadaan internal klub masing-masing. Keadaan ini lah yang menyebabkan Liga 1 2018 kian hari kian memanas dan seru untuk diperbincangkan.



Sumatera 2
            Kita fokus ke 2 klub Sumatera yang mengadu nasib di Liga 1 musim ini. PSMS Medan dan Sriwijaya FC (saya sebutkan sesuai abjad, bukan karena saya penggemar PSMS). 2 klub asal pulau Andalas (nama lain pulau sumatera) dengan kondisi dan sejarah yang berbeda dan unik.
PSMS Medan datang dari tahun 1950 dengan sejarah indah di era ’80-an hingga awal ’90-an. Memiliki segudang prestasi di era perserikatan, namun menjadi klub medioker di era selanjutnya hingga akhirnya sempat bangkit kembali di awal tahun 2000-an, meskipun setelahnya kembali jatuh bangun. PSMS Medan adalah klub dengan nama besar yang khas dan unik di telinga masyarakat sepakbola Indonesia. Gaya rap-rap yang menjadi ciri khasnya kerap melahirkan nama-nama yang tidak asing di jagad persepakbolaan Indonesia. Tidak usah saya sebutkan siapa saja, anda bisa mengisi sendiri, PSMS is Wonderful pokoknya. Namun ketika PSMS Medan dalam keadaan pesakitan, orang-orang hanya dapat iba melihat konflik internal yang terjadi di tubuh pengurus, keadaan stadion yang tidak terurus, pemain yang tidak dipenuhi haknya, dan banyak lagi yang semakin menjerumuskan PSMS. Beberapa majalah bahkan menyebutkan, apabila di era perserikatan PSMS Medan bertaji dan mengejar prestasi, di era kelamnya, untuk bertahan hidup dan tidak terdegradasi saja sudah syukur. Kisah era perserikatan dan masa kejayaan PSMS Medan memang sangat indah untuk dibaca dan dikenang, meskipun penulis belum lahir pada masa itu, namun penulis sempat merasakan masa kejayaan klub sumatera ini di awal tahun 2000-an kala PSMS Medan berprestasi di Piala Emas Bang Yos, selanjutnya sukses menjadi runner-up Liga Indonesia 2007, setelah kalah dari…
Sriwijaya FC. Klub dengan sejarah yang unik. Mengawali hidupnya sebagai Persijatim Jakarta Timur pada tahun 1976, kemudian berganti menjadi Persijatim Solo FC pada tahun 2002 hingga 2004 dibeli oleh Pemerintah Daerah Sumatera Selatan dan akhirnya berganti nama menjadi Sriwijaya FC. Klub seharga 6 Miliar ini telah mengalami masa transformasi yang panjang dan penuh suka-duka. Dalam sejarah kompetisi, Persijatim tidak terlalu bersinar di era perserikatan bahkan hanya “klub numpang lewat” yang kalah bersaing dengan saudara nya Persija Jakarta, PSJS, dan Persitara Jakarta Utara. Keadaan tersebut bertahan hingga akhirnya mereka hijrah ke Solo, menggantikan Pelita Jaya yang pindah ke Cilegon. Persijatim tetap, ditambah dengan nama Solo. Jakarta Timur tapi Solo, kira-kira begitulah. 6 Milliar menjadi harga Persijatim Solo FC untuk pindah ke bumi Sumatera dan berganti nama : Sriwijaya FC. Usai berganti nama prestasi Sriwijaya FC belum dapat dikatakan gemilang hingga tahun 2006. Setelah Rahmad Darmawan masuk untuk menukangi tim, ditambah dengan nama-nama mentereng pada masa itu, Sriwijaya FC akhirnya mampu mengukir prestasi dengan menyabet gelar Liga Indonesia 2007 mengalahkan PSMS Medan di partai puncak. Setelahnya Sriwijaya menjadi tim papan atas sepakbola Indonesia dengan mengukuhkan diri menjadi juara ISL 2011-2012 dan berbagai kompetisi lainnya.
PSMS Medan yang berkilau di masa lalu, dan Sriwijaya FC yang berkilau di masa kini, hari ini sama-sama berlayar di Liga 1 2018. PSMS Medan mengawali Liga 1 2018 dengan predikat, klub promosi yang jago kandang, sedangkan Sriwijaya FC boleh sedikit optimis start Liga 1 dengan predikat juara 3 Piala Presiden, dan Juara Piala Gubernur Kaltim. Hingga saat ini keduanya masing menduduki papan tengah ke bawah klasemen Liga. Dimana PSMS Medan ada di posisi juru kunci, dan Sriwijaya FC di nomor ke-12. Masing-masing memiliki kesamaan : bermasalah di lingkup Internal. Sengketa logo klub, stadion yang masih banyak kekurangan, perseteruan manajemen dengan supporter, bongkar pasang jajaran kepelatihan yang dilakukan semena-mena oleh pengurus menjadi sumber kekacauan di tubuh PSMS Medan, sedangkan di tubuh Sriwijaya FC awalnya semua berjalan mulus sampai ketika pemiliknya kalah dalam konstetasi Pilgub Sumatera Selatan dimana keadaan berbalik, gaji pemain yang ditunggak hingga menyebabkan eksodus pemain secara besar-besaran dan mengakibatkan performa tim yang menurun. Salah satu pemain Sriwijaya FC yang meninggalkan Stadion Jakabaring (markas Sriwijaya FC) adalah Rahmad Hidayat yang justru pindah ke PSMS Medan. Kondisi kedua tim ini menyebabkan laga akan berjalan seru, sehingga masing-masing berharap.

POIN 3

            Posisi yang tidak mengenakkan bagi kedua tim Sumatera ini akan menjadi dasar dalam pertemuan keduanya pada tanggal 18 Oktober 2018 ini. PSMS Medan datang dengan optimisme bertahan di Liga 1, sedangkan Sriwijaya FC akan menjamu PSMS dengan harapan perbaikan nasib. Tidak ada kata imbang, itulah kalimat yang cocok untuk laga ini. Sejarah pertemuan mencatat, sejak kekalah PSMS Medan di Final Liga Indonesia 2007, kedua tim kerap bertemu dan saling mengalahkan. Pertemuan terakhir terjadi di gelaran Liga 1 musim ini, dimana pasukan Coach RD (sapaan Rahmad Darmawan) harus takluk dari Ayam Kinantan dengan skor 1-0 di Stadion Teladan melalui gol Dilshod S. Sebelumnya lagi, PSMS Medan harus menelan 2 kali kekalahan di Piala Presiden oleh Sriwijaya FC, masing-masing dengan skor 0-2 di babak grup, dan 0-4 di perebutan tempat ketiga. Posisi berbagi angka jarang terjadi dalam laga bertajuk Derby Andalas ini. Upaya memperbaiki posisi yang kerap disuarakan para penggemarnya akan menjadi pemanas jalannya pertandingan, ketika Hijau Utara melawan Kuning Selatan. Ketika Ayam Kinantan menantang Elang Andalas. Pertarungan keduanya akan semakin seru dan diharapkan berjalan sportif, mengingat dari kedua kubu tidak terjadi perseteruan supporter. Sehingga laga ini dapat kita nikmati sebagai laga harga diri. Apabila para penikmat sepakbola hari ini memandang duel ini hanyalah pertarungan kelas bawah Liga 1 2018, saya ingatkan : Derby tidak mengenal posisi, Derby mengenal lokasi. Derby Andalas, tentunya sangat berlebihan jika kita menyatakan pemenangnya akan menjadi penguasa Sumatera, sebab apabila PSMS Medan menang, mereka harus tetap berjuang untuk bertahan di Liga 1, di sisi lain, apabila Sriwijaya FC menang, posisi mereka juga belum terlalu aman mengingat lawan-lawannya kedepan juga masih berat.
ELANG ANDALAS VS AYAM KINANTAN
BERBEDA GAYA
SATU RASA, SATU ASA, SATU SUMATERA!

Comments