Liga 1, Sumatera 2, Poin 3.
Liga 1
Kasta tertinggi sepakbola Indonesia
saat ini kembali bergulir meski sempat dihentikan sementara akibat insiden yang
sangat memilukan hati penikmat sepakbola Indonesia. Semakin hari persaingan
semakin panas, baik di dalam maupun di luar lapangan. Banyaknya peristiwa yang
terjadi sampai hari ini pun masih banyak menyisakan tanda tanya. Kenapa bisa
begini? Kenapa bisa begitu? Yang jawaban nya mungkin bagi beberapa orang dapat
dijawab dengan kalimat, ya sudahlah! Apabila kita melihat jalannya Liga 1 2018
secara keseluruhan hingga saat ini, maka kita dapat menyimpulkan, hampir semua
tim pernah bermasalah, baik itu dengan Federasi, Supporter, Panpel, dll. Belum
lagi dengan posisi naik-turun beberapa klub yang disebabkan keadaan internal
klub masing-masing. Keadaan ini lah yang menyebabkan Liga 1 2018 kian hari kian
memanas dan seru untuk diperbincangkan.
Sumatera 2
Kita fokus ke 2 klub Sumatera yang
mengadu nasib di Liga 1 musim ini. PSMS Medan dan Sriwijaya FC (saya sebutkan
sesuai abjad, bukan karena saya penggemar PSMS). 2 klub asal pulau Andalas
(nama lain pulau sumatera) dengan kondisi dan sejarah yang berbeda dan unik.
PSMS Medan datang dari tahun 1950 dengan sejarah
indah di era ’80-an hingga awal ’90-an. Memiliki segudang prestasi di era
perserikatan, namun menjadi klub medioker di era selanjutnya hingga akhirnya
sempat bangkit kembali di awal tahun 2000-an, meskipun setelahnya kembali jatuh
bangun. PSMS Medan adalah klub dengan nama besar yang khas dan unik di telinga
masyarakat sepakbola Indonesia. Gaya rap-rap yang menjadi ciri khasnya kerap
melahirkan nama-nama yang tidak asing di jagad persepakbolaan Indonesia. Tidak
usah saya sebutkan siapa saja, anda bisa mengisi sendiri, PSMS is Wonderful
pokoknya. Namun ketika PSMS Medan dalam keadaan pesakitan, orang-orang hanya
dapat iba melihat konflik internal yang terjadi di tubuh pengurus, keadaan
stadion yang tidak terurus, pemain yang tidak dipenuhi haknya, dan banyak lagi
yang semakin menjerumuskan PSMS. Beberapa majalah bahkan menyebutkan, apabila
di era perserikatan PSMS Medan bertaji dan mengejar prestasi, di era kelamnya,
untuk bertahan hidup dan tidak terdegradasi saja sudah syukur. Kisah era
perserikatan dan masa kejayaan PSMS Medan memang sangat indah untuk dibaca dan
dikenang, meskipun penulis belum lahir pada masa itu, namun penulis sempat
merasakan masa kejayaan klub sumatera ini di awal tahun 2000-an kala PSMS Medan
berprestasi di Piala Emas Bang Yos, selanjutnya sukses menjadi runner-up Liga
Indonesia 2007, setelah kalah dari…
Sriwijaya FC. Klub dengan sejarah yang unik.
Mengawali hidupnya sebagai Persijatim Jakarta Timur pada tahun 1976, kemudian
berganti menjadi Persijatim Solo FC pada tahun 2002 hingga 2004 dibeli oleh
Pemerintah Daerah Sumatera Selatan dan akhirnya berganti nama menjadi Sriwijaya
FC. Klub seharga 6 Miliar ini telah mengalami masa transformasi yang panjang
dan penuh suka-duka. Dalam sejarah kompetisi, Persijatim tidak terlalu bersinar
di era perserikatan bahkan hanya “klub numpang lewat” yang kalah bersaing
dengan saudara nya Persija Jakarta, PSJS, dan Persitara Jakarta Utara. Keadaan
tersebut bertahan hingga akhirnya mereka hijrah ke Solo, menggantikan Pelita
Jaya yang pindah ke Cilegon. Persijatim tetap, ditambah dengan nama Solo.
Jakarta Timur tapi Solo, kira-kira begitulah. 6 Milliar menjadi harga
Persijatim Solo FC untuk pindah ke bumi Sumatera dan berganti nama : Sriwijaya
FC. Usai berganti nama prestasi Sriwijaya FC belum dapat dikatakan gemilang
hingga tahun 2006. Setelah Rahmad Darmawan masuk untuk menukangi tim, ditambah
dengan nama-nama mentereng pada masa itu, Sriwijaya FC akhirnya mampu mengukir
prestasi dengan menyabet gelar Liga Indonesia 2007 mengalahkan PSMS Medan di
partai puncak. Setelahnya Sriwijaya menjadi tim papan atas sepakbola Indonesia
dengan mengukuhkan diri menjadi juara ISL 2011-2012 dan berbagai kompetisi
lainnya.
PSMS Medan yang berkilau di masa lalu, dan Sriwijaya
FC yang berkilau di masa kini, hari ini sama-sama berlayar di Liga 1 2018. PSMS
Medan mengawali Liga 1 2018 dengan predikat, klub promosi yang jago kandang,
sedangkan Sriwijaya FC boleh sedikit optimis start Liga 1 dengan predikat juara
3 Piala Presiden, dan Juara Piala Gubernur Kaltim. Hingga saat ini keduanya
masing menduduki papan tengah ke bawah klasemen Liga. Dimana PSMS Medan ada di
posisi juru kunci, dan Sriwijaya FC di nomor ke-12. Masing-masing memiliki
kesamaan : bermasalah di lingkup Internal. Sengketa logo klub, stadion yang
masih banyak kekurangan, perseteruan manajemen dengan supporter, bongkar pasang
jajaran kepelatihan yang dilakukan semena-mena oleh pengurus menjadi sumber
kekacauan di tubuh PSMS Medan, sedangkan di tubuh Sriwijaya FC awalnya semua
berjalan mulus sampai ketika pemiliknya kalah dalam konstetasi Pilgub Sumatera
Selatan dimana keadaan berbalik, gaji pemain yang ditunggak hingga menyebabkan
eksodus pemain secara besar-besaran dan mengakibatkan performa tim yang
menurun. Salah satu pemain Sriwijaya FC yang meninggalkan Stadion Jakabaring
(markas Sriwijaya FC) adalah Rahmad Hidayat yang justru pindah ke PSMS Medan.
Kondisi kedua tim ini menyebabkan laga akan berjalan seru, sehingga
masing-masing berharap.
POIN 3
Posisi yang tidak mengenakkan bagi
kedua tim Sumatera ini akan menjadi dasar dalam pertemuan keduanya pada tanggal
18 Oktober 2018 ini. PSMS Medan datang dengan optimisme bertahan di Liga 1,
sedangkan Sriwijaya FC akan menjamu PSMS dengan harapan perbaikan nasib. Tidak
ada kata imbang, itulah kalimat yang cocok untuk laga ini. Sejarah pertemuan
mencatat, sejak kekalah PSMS Medan di Final Liga Indonesia 2007, kedua tim
kerap bertemu dan saling mengalahkan. Pertemuan terakhir terjadi di gelaran
Liga 1 musim ini, dimana pasukan Coach RD (sapaan Rahmad Darmawan) harus takluk
dari Ayam Kinantan dengan skor 1-0 di Stadion Teladan melalui gol Dilshod S.
Sebelumnya lagi, PSMS Medan harus menelan 2 kali kekalahan di Piala Presiden
oleh Sriwijaya FC, masing-masing dengan skor 0-2 di babak grup, dan 0-4 di
perebutan tempat ketiga. Posisi berbagi angka jarang terjadi dalam laga bertajuk
Derby Andalas ini. Upaya memperbaiki
posisi yang kerap disuarakan para penggemarnya akan menjadi pemanas jalannya
pertandingan, ketika Hijau Utara melawan Kuning Selatan. Ketika Ayam Kinantan
menantang Elang Andalas. Pertarungan keduanya akan semakin seru dan diharapkan
berjalan sportif, mengingat dari kedua kubu tidak terjadi perseteruan
supporter. Sehingga laga ini dapat kita nikmati sebagai laga harga diri.
Apabila para penikmat sepakbola hari ini memandang duel ini hanyalah
pertarungan kelas bawah Liga 1 2018, saya ingatkan : Derby tidak mengenal
posisi, Derby mengenal lokasi. Derby Andalas,
tentunya sangat berlebihan jika kita menyatakan pemenangnya akan menjadi
penguasa Sumatera, sebab apabila PSMS Medan menang, mereka harus tetap berjuang
untuk bertahan di Liga 1, di sisi lain, apabila Sriwijaya FC menang, posisi
mereka juga belum terlalu aman mengingat lawan-lawannya kedepan juga masih
berat.
ELANG
ANDALAS VS AYAM KINANTAN
BERBEDA
GAYA
SATU
RASA, SATU ASA, SATU SUMATERA!
Comments
Post a Comment