Edukasi pada Pemuda Penggemar Sepakbola Indonesia dalam Mengurangi Kekerasan dan Memajukan Industri Sepakbola Modern

Oleh : Yudha P. R. Situmorang
(Sleman, 15 Oktober 2018)


Sepakbola
            Adagium yang sering didengar oleh kalangan pecinta sepakbola dunia diatas adalah bukti betapa cabang olahraga yang satu ini sangat populer di seluruh dunia. Bukanlah suatu hal yang berlebihan apabila kita mengatakan bahwa sepakbola adalah olahraga nomor satu di dunia dari segi peminat. Tak sedikit nama-nama besar yang lahir dari olahraga ini menjadi influencer (red : orang yang berpengaruh) pada saat ini. Sebut saja Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Diego Maradona, Pele, Bambang Pamungkas, dll. Sepakbola adalah sebuah cabang olahraga yang pada dasarnya dimainkan oleh dua buah kesebelasan, yang masing-masing kesebelasan diisi oleh sebelas pemain. Olahraga ini cukup simple dan dekat dengan masyarakat karena dapat dimainkan hanya dengan sebuah bola, tiang gawang atau yang menyerupainya dan sebuah lapangan. Sepakbola hari-hari ini bukan hanya sekedar olahraga, tapi juga sebuah permainan professional yang diorganisir oleh suatu federasi internasional yang disebut FIFA (Federation International Football Association), yaitu Badan Indenpenden Antar Negara yang bertugas untuk mengorganisir permainan sepakbola professional di seluruh dunia. Dalam menjalankan tugasnya, FIFA dibantu oleh Asosiasi Sepakbola yang dibentuk masing-masing Benua di dunia yaitu AFC (Asia), UEFA (Eropa), CAF (Afrika), dll.  Negara kita menggunakan sebuah federasi Independen dalam mengelola permainan sepakbola professional. Federasi itu bernama PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia).

Tak hanya diatur oleh federasi, sepakbola sebagai salah satu cabang olahraga juga diatur dalam UU No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Sepakbola Indonesia adalah sebuah sepakbola modern yang saat ini tengah berkembang dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, melalui Liga (Kompetisi) dalam negeri. Liga Indonesia yang tengah bergulir saat ini diikuti oleh tim-tim professional yang ada di Indonesia. Kompetisi yang dijalankan tersebut bukanlah sekedar kompetisi dalam lapangan saja, melainkan sudah berkembang menjadi kompetisi industri modern. Industri Sepakbola Modern adalah Industri yang lahir dari sebuah permainan sepakbola dengan bentuk kompetisi yang mengedepankan profesionalitas dan transparansi guna mendapatkan keuntungan ekonomis dan psikologis bagi seluruh entitas yang ada di dalamnya, baik itu pemilik klub, pemain, manajemen, pengelola liga, pendukung klub (supporter), dll. Keuntungan ekonomis tersebut lahir dari pengelolaan liga yang melahirkan bisnis dengan keuntungan yang menggiurkan berupa : keuntungan tiket masuk pertandingan, hak siar televisi, penjualan jersey (kostum pemain), dan berbagai hal yang termasuk industri hiburan lainnya.

Industri Sepakbola Modern hadir dalam bentuk Kompetisi dan pengelolaan yang professional mengedepankan transparansi dalam upaya meraup keuntungan bagi seluruh entitas sepakbola Indonesia. Klub-klub sepakbola professional Indonesia pada hari ini masih dalam tahap belajar mengelola klub, sebagaimana dalam perkembangannya, dahulu klub sepakbola dikelola oleh pemerintah daerah berbeda dengan kondisi sekarang dimana klub sepakbola wajib dikelola oleh swasta. Perubahan status ini membutuhkan waktu transisi yang tidak sebentar, ditandai dengan banyaknya klub professional saat ini yang masih belum baik dalam mengelola keuangan, sponsorship , dan juga rata-rata klub masih menggunakan stadion milik pemerintah daerah sebagai kandang nya. Namun upaya pengelolaan sepakbola professional hari ini terus-menerus berbenah kendati masalah kerap muncul dari tubuh Federasi Sepakbola itu sendiri. Kegiatan dan permainan sepakbola professional itu sendiri dapat menunjang perekonomian dari luar lapangan, dalam bentuk-bentuk hiburan yang termaktubkan dalam Ekonomi Kreatif seperti games, desain baju ataupun kostum, pernak-pernik klub, dan lain sebagainya yang dapat menambah cash flow ataupun keuntungan dalam permainan dan kompetisi sepakbola itu sendiri.

“Football without fans is nothing”

           Apabila kita berbicara tentang sepakbola, maka kita tidak dapat melewatkan sebuah topik : Penggemar (Supporter). Penggemar secara umum adalah orang yang menyukai suatu klub ataupun tim sepakbola tertentu. Di Indonesia, penggemar ini pada umumnya menyukai klub sepakbola luar negeri (non-lokal) dan juga klub sepakbola dalam negeri (lokal). Dalam perjalanannya, para penggemar klub sepakbola ini biasanya terkumpul dalam suatu organisasi/kelompok yang diisi oleh para penggemar tersebut, contohnya : penggemar Klub Persija Jakarta memiliki kelompok supporter yang disebut The Jakmania, penggemar klub Persib Bandung dengan kelompok supporternya Viking Persib Club, Persebaya Surabaya yang terkenal dengan nama Bonek Mania. Kelompok-kelompok supporter tersebut terbagi kedalam dua jenis , yaitu : kelompok yang terorganisir dan kelompok yang tidak terorganisir. Jenis kelompok yang pertama menggunakan sistem organisasi resmi dalam kegiatan dan aktivitasnya, mereka menggunakan sistem kepengurusan, pendaftaran anggota, membedakan anggota dan partisipan, dll, sedangkan pada kelompok yang tidak terorganisir, biasanya para penggemar dipersatukan hanya dalam stadion saja tanpa ada satu organisasi yang resmi menaungi mereka. Penggemar sepakbola Indonesia yang tergabung dalam kelompok yang terorganisir ini mayoritas adalah pemuda dengan rentang umur 10-30 tahun dan biasanya anggota kelompok pemuda-pemudi ini lah yang aktif dalam kegiatan seperti menonton di stadion, pergi bertandang ke kota lawan, mengadakan acara nonton bersama (nobar), dll. Sehingga tidak salah apabila hari ini kita katakan bahwa klub sepakbola Indonesia dan sepakbola Indonesia berhasil menjaring banyak pemuda-pemudi menjadi penggemar dan penikmatnya.
Sepakbola dan Supporter Lokal sebagai sebuah permasalahan.

            Sepakbola dalam negeri (lokal) Indonesia mendapatkan animo yang cukup tinggi dari masyarakat khususnya kelompok pemuda-pemudi pada saat ini. Namun animo yang hadir tersebut tidak sepenuhnya tertuangkan dalam hal yang positif. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dalam perjalanan kompetisi professional sepakbola di Negara ini, banyak kasus kekerasan yang terjadi di tubuh supporter klub-klub lokal. Kasus kekerasan tersebut mayoritas terjadi akibat perselisihan antara supporter klub yang satu dengan yang lainnya, dengan dalil “rivalitas klub”. Sebut saja Persija Jakarta dengan seteru abadinya Persib Bandung, Persebaya Surabaya dan Arema Malang, PSIM Yogyakarta dengan PSS Sleman. Masing-masing pendukung dari klub-klub tersebut tidak pernah akur di setiap pertandingan yang mempertemukan klubnya. Perseteruan ini tidak hanya di dalam lapangan (stadion) saja melainkan sudah melebar sampai ke luar lapangan seperti di jalan perbatasan kota. Selain itu, isu kedaerahan pun menjadi warna tersendiri dalam rivalitas antar supporter ini. Anthony Sutton dalam bukunya “Sepakbola : The Indonesian Way of Life” menyatakan bahwa Klub Sepakbola Indonesia mewakili daerahnya masing-masing, begitupun dengan supporternya. Seorang pemuda Jakarta maka kemungkian ia adalah The Jakmania, seorang pemudi Bandung maka ia cenderung menjadi Viking Persib Club, seorang warga Batak asal Sumatera Utara maka ia tumbuh sebagai penggemar PSMS Medan, dst sehingga rivalitas yang terjadi dalam persepakbolaan Indonesia semakin kompleks dalam dendam yang tidak berkesudahan.

            Angka kekerasan yang terjadi akibat rivalitas-rivalitas tersebut tergolong cukup tinggi. Mengutip data yang dikeluarkan Save Our Soccer, jumlah korban jiwa kekerasan sepakbola Indonesia mencapai 70 orang sejak tahun 1994, yang menjadi catatan adalah angka korban tersebut adalah yang tercatat, masih banyak korban-korban lainnya yang tidak terdata secara jelas, begitupun juga korban luka berat, dll. Kekerasan yang terjadi dengan sebab yang jelas ini, mayoritas melibatkan pemuda-pemudi yang tergabung dalam kelompok supporter yang saya jelaskan diatas. Budaya buruk supporter sepakbola Indonesia ini secara langsung maupun tidak langsung telah mengancam pemuda-pemudi sebagai harapan masa depan bangsa. Apakah perilaku barbar dalam fanatisme kebutaan menjadi cerminan pemuda-pemudi kita?

            Industri Sepakbola Modern pun secara langsung terganggu dengan adanya kekerasan dan perilaku buruk supporter sepakbola Indonesia tersebut. Berbagai kekerasan dan kerusuhan yang terjadi mengakibatkan Federasi dan pengelola liga memberikan hukuman kepada klub yang bersangkutan, hukuman itu berupa larangan bertanding tanpa penonton, denda, dll. Sanksi-sanksi tersebut dapat berimbas kepada pendapatan klub dengan domino effect kepada pemain, staff, manajemen, pelatih, dan entitas klub lainnya. Sanksi larangan bertanding juga berimbas kepada pelaku ekonomi sepakbola : orang-orang yang mengais rezeki dari pertandingan seperti pedagang asongan, pengusaha transportasi, pengelola televisi dan surat kabar, dll. Tujuan positif Industri Sepakbola Modern semakin jauh dari harapan apabila keadaan ini terus berlanjut. Apakah pemuda-pemudi bangsa Indonesia masih relevan kita katakan sebagai harapan masa depan bangsa apabila hari ini pemuda-pemudi yang tergabung dalam kelompok supporter sepakbola justru menjadi pemicu rusaknya Industri Sepakbola Modern Indonesia? Bagaimanapun juga kemajuan Industri Sepakbola Modern Indonesia dapat terjadi apabila seluruh elemen di dalamnya ikut maju dan berkembang sesuai industri itu sendiri, dan hal tersebut dimulai dari para pemuda-pemudi supporter itu sendiri.

          Solusi yang dapat ditawarkan saat ini dari sudut kepemudaan adalah : Edukasi Pemuda Penggemar Sepakbola. Satu hal yang terdengar abstrak dan sukar dilakukan, tentu dengan pertanyaan besar : bagaimana cara mengedukasi massa dengan jumlah banyak dan mengemban dendam rivalitas yang sudah membeku? Kemudian, siapa yang melaksanakan dan bertanggung jawab atas upaya edukasi tersebut? Tentunya dengan sejuta pertanyaan pesimistik lainnya yang harus kita uraikan satu-persatu. Optimisme akan timbul apabila kita melihat dari upaya Negara Belgia dalam mengedukasi supporternya. Sepakbola Belgia dan supporternya kurang lebih dalam keadaan sama dengan apa yang terjadi di Negara kita, animo sepakbola tinggi, supporter kerap melakukan kekerasan, rivalitas klub yang sudah bertahun-tahun lamanya, namun      sebuah klub bernama Royal Standard de Liege yang berkompetisi di liga Belgia mempelopori sebuah agenda bagi para supporternya yang dinamakan fan coaching clinic pada tahun 2007. Pada tahun 2012 organisasi Fan Coaching berhasil mendapatkan penghargaan supporter terbaik eropa atas keberhasilanya mengurangi angka kekerasan dan pertikaian di sepakbola. Kemajuan yang signifikan pun terjadi di dalam kompetisi/liga lokal Belgia dimana hak siar yang meningkat seiring animo masyarakat Eropa yang turut meningkat terhadap sepakbola Belgia, prestasi klub lokal dan tim nasional pun turut meningkat, lebih daripada itu, saat ini sepakbola Belgia turut bangga dalam hal rangking Negara FIFA yang tak pernah keluar dari 20 besar, dan berbagai prestasi lainnya. Kegiatan yang terjadi di Belgia tersebut dapat kita tiru, tentunya dengan campur tangan Federasi dan pengelola liga dalam bentuk peraturan bagi seluruh klub untuk melaksanakan upaya edukasi bagi para supporternya. Apakah masih terlalu abstrak? Bagaimana upaya riilnya? Mari kita uraikan satu-persatu.

           Pertama, Edukasi supporter dapat dilakukan melalui peningkatan akan kesadaran hukum, menurut Prof. Sudikno Mertokusumo dalam buku “Mengenal Hukum” , Kesadaran Hukum adalah pengetahuan yang ada dalam masyarakat untuk membedakan mana yang benar dan salah, sebuah wayah arti (dubius) dalam menentukan perbuatan yang akan dilakukannya. Hukum sebagai senjata pamungkas pelanggaran dan kejahatan moral harus terlebih dahulu dimengerti oleh para supporter. Klub dalam hal ini tidak semerta-merta memberikan kuliah Hukum seperti yang saya alami di kampus saya, namun melalui sosialisasi yang dapat dilakukan bersama pihak penegak hukum. Materi yang diberikan cukup terkait Hak Asasi Manusia sebagai dasar Hukum, sebagai sarana menghormati manusia satu sama lain, bahwa setiap manusia dengan hak asasi nya ada sebagaimana ia manusia yang harus dihormati, berikutnya sanksi-sanksi dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh supporter apabila melakukannya. Dalam teori Hukum Pidana, kita mengenal adanya tujuan preventif hukum, yaitu tujuan pencegahan. Bentuk sosialisasi dan edukasi hukum pidana adalah salah satu wujud preventif hukum, mencegah meskipun kita menganggapnya sebagai upaya menakut-nakuti.

            Selain upaya edukasi hukum dan ketentuan yang berlaku, Federasi dan Pengelola liga juga seharusnya turut aktif dalam menciptakan instrumen hukum yang tepat, berupa sanksi yang efektif dan adil bagi pelaku tindak pidana kekerasan dan kekacauan di sepakbola. Semangat kepemudaan tentunya tidak melulu tentang upaya pembangunan bangsa jangka pendek, namun juga jangka panjang, edukasi tentang hukum bagi para pemuda kalangan supporter ini dapat menjadi bekal yang berharga tentunya tidak hanya di dunia sepakbolanya saja, melainkan ketika Ia hidup bernegara dan bermasyarakat. Selanjutnya yang Kedua, Edukasi pada pemahaman kompetisi dan rivalitas. Pengalaman historis bangsa kita terhadap peristiwa kepemudaan adalah Kongres Sumpah Pemuda ke II tahun 1928. Apakah Kongres tersebut hanya berbicara tentang persatuan? Tentunya tidak! Sejarah mencatat bahwa pada kongres tersebut, diadakan sayembara (kompetisi) menciptakan lagu kebangsaan yang dibuka bagi seluruh pemuda dan peserta kongres pada saat itu. Sayembara tersebut dimenangkan oleh Wage Rudolf Supratman dengan lagu Indonesia Raya yang di kemudian hari menjadi lagu kebangsaan Negara kita hingga detik ini, kemudian tempat kedua diduduki oleh musisi terkenal dari Tanah Batak pada masa itu yaitu Nahum Situmorang. Suasana berkompetisi di tengah momen persatuan bangsa sudah terjadi sejak dahulu kala bahkan sebelum Negara ini berdiri. Upaya pemulihan kita terhadap pengalaman historis bangsa dapat kita terapkan kembali di dunia sepakbola kita hari ini. Menghormati kompetisi dan rivalitas, memberikan penghargaan pada lawan dengan cara mengakui kemenangan. Apakah pasca kongres, orang-orang yang kalah bersaing dengan W.R.Supratman kelak mengacau atau menimbulkan kekerasan? Justru para pemuda pada masa itu bersatu padu demi tegaknya bangsa ini! Hal ini pun berkaitan dengan edukasi kebangsaan bagi para pemuda-pemudi supporter sepakbola Indonesia, bahwa pemahaman sepakbola kedaerahaan boleh saja menjadi kebangaan dan identitas yang tak terlepaskan, namun diatas identitas itu ada nama besar yang kita miliki secara bersama yaitu : Indonesia. Persis seperti yang terjadi pada Sumpah Pemuda 1928, meskipun para pemuda menggunakan nama Jong Batak, Jong Java, Jong Celebes, dll namun ikrar yang mereka suarakan adalah Satu Bangsa! Satu Bahasa! Satu Tanah Air. Hal ini harus terus disuarakan dan diingatkan kembali melalui edukasi-edukasi intensif bagi para pemuda-pemudi bangsa. Edukasi pemahaman ini dapat dijadikan modal dasar bagi para supporter dalam mengekspresikan kegembiraannya di sepakbola.

            Selain hal-hal fundamental di atas, kampanye Fair Play juga harus gencar disosialisasikan di dalam dan luar lapangan. Maknanya adalah, apapun hasil yang terjadi di dalam lapangan, seluruh orang yang terlibat harus menerima keadaan dengan lapang dada, baik itu menang maupun kalah, juara maupun tidak, degradasi ataupun bertahan, dll. Di dalam dan luar lapangan, fair play harus tetap dikumandangkan. Bukanlah sebuah rahasia bahwa sepakbola kita mengalami masa-masa sulit dimana praktik kecurangan dan korupsi marak terjadi di tubuh pengelola liga dan federasi. Hal inilah yang mendasari saya mengatakan bahwa, kampanye Fair Play ada bukan hanya pada 2x45 menit waktu pertandingan, namun sepanjang sepakbola ada. Perbaikan moral melalui kampanye ini harus dimulai dari tubuh federasi dan pengelola liga, yang kemudian ditularkan kepada pihak pemuda-pemudi supporter. Apakah hanya sebatas kampanye? Tentunya tidak! Kampanye digulirkan dengan sanksi yang keras dan adil dari pihak berwenang yang dapat kita sebut badan independen tersendiri (di Indonesia disebut KomDis atau Komisi Disiplin PSSI). Fair Play adalah semangat kepemudaan yang sejati, bahwa pemuda Indonesia adalah pemuda yang berlapang dada, pemuda yang menerima keadaan. Fair Play di dalam stadion dapat tergambarkan melalui kegiatan supporter di dalam stadion itu sendiri, melaksanakan koreografi, menyanyikan lagu penyemangat, berteriak dan bergembira. Hal-hal tersebut dilakukan harus semata-semata kegembiraan tanpa ada upaya rasisme, separatis, ujaran kebencian, dll. Semangat fair play seperti inilah yang saya maksud, gelora kecintaan yang dibalut kreatifitas dengan penghormatan kepada seluruh lawan dan supporter lawan.

Apabila upaya edukasi dalam bidang moral mampu kita laksanakan, maka saya yakini angka kekerasan tentunya akan menurun dalam perjalanan sepakbola kita. Apabila supporter telah bersih dari perilaku buruknya, maka kita dapat memasuki sebuah era baru : Industri Sepakbola Modern dengan campur tangan supporter. Tentunya seperti yang saya jelaskan diatas, bagaimana Industri ini dapat dikaitkan dengan Ekonomi Kreatif yang saat ini tengah gencar disuarakan dan diupayakan pemerintah. Melalui PerPres Nomor 6 tahun 2015, Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif yang menaungi segala kegiatan bisnis yang meliputi aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio. Hal-hal berikut dapat ditemukan dalam dunia sepakbola, contohnya : Aplikasi dan pengembangan permainan berbentuk video games yang pada saat ini sangat diminati oleh banyak penggemar sepakbola. Musik dan seni lainnya yang dapat memberikan ekspresi baru dalam mendukung tim kebanggan, desain-desain yang terkait dengan merchandise / pernak-pernik klub tertentu, hal-hal yang berkaitan dengan penerbitan, penulisan, media-media penyiaran sepakbola, dll. Banyak hal dalam ekonomi kreatif yang berkaitan dengan Industri Sepakbola Modern, dan pemuda-pemudi supporter dengan massa yang besar seharusnya mampu menjadi pelaku ekonomi kreatif di Industri Sepakbola Modern. Kegiatan edukasi ini dapat dimulai dalam kehadiran klub memberikan kebebasan bagi para supporternya menciptakan karya, yang selanjutnya disiarkan/dipasarkan oleh klub secara professional tanpa melanggar hak cipta dari pembuat/supporter itu sendiri. Contohnya : Klub Professional di Indonesia saat ini rata-rata telah memiliki merchandise store masing-masing yang menjual kostum pemain, topi, syal, sepatu, dan atribut lainnya bagi para penggemar. Melalui kebijakan menerima merchandise buatan supporter, klub dapat saja menjualnya di merchandise store masing-masing, dengan pembagian keuntungan yang adil. Hal ini akan menggerakan kegiatan ekonomi yang telah menguntungkan banyak pihak.

     Edukasi dalam bentuk kegiatan ekonomi Klub dan Supporter ini dapat menumbuhkan sikap berani dalam berkreasi bagi para pemuda-pemudi bangsa dalam menggerakan roda perekonomian kecil dan menengah Negara ini. Selain itu, produk buatan supporter ini tentunya bersifat barang lokal, dengan upaya ini secara langsung kita juga berkampanye “Bangga menggunakan produk lokal” , hingga dalam waktu belasan hingga puluhan tahun lagi, bukan tidak mungkin produk seperti Nike, Adidas, Reebok (Apparel olahraga terkenal dunia) akan kalah dengan produk dalam negeri kita. Edukasi tersebut dapat melibatkan pihak swasta, pengusaha yang mau turut campur, dan banyak pihak lainnya. Sehingga, upaya mendukung tim kebanggaannya dapat dibarengi dengan upaya mencapai kesejahteraan hidup. Bukankah kita mengenal adagium : Pekerjaan terbaik adalah Hobi (Kesukaan) yang dibayar?

     Akhir dari esai ini, saya ingin menyampaikan kembali bahwa dengan animo yang tinggi, sepakbola kita adalah sesuatu yang berharga dan harus kita jaga. Kita harus mampu mewujudkan ayat undang-undang yang menetapkan sepakbola sebagai olahraga prestasi, bukan hanya di dalam lapangan namun juga di luar lapangan. Pemuda-pemudi Indonesia yang tergabung dalam penggemar sepakbola, harus dijaga dan diedukasi, guna meruntuhkan kerasnya perilaku buruk yang terjadi saat ini. Mengubah cara pandang dan pola pikir pemuda harus dilakukan dalam upaya perbaikan moral bangsa. Mencintai klub sepakbola bukanlah sebuah ajang pamer kekerasan dan perilaku barbar, melainkan melalui cara-cara positif mendukung klub seperti menciptakan koreografi, menyanyikan lagu penyemangat, hadir ke stadion untuk berkarya, dan menciptakan gelora ekonomi kreatif dalam Industri Sepakbola Modern. Apabila saya diizinkan berandai-andai, saya tersenyum membayangkan puluhan tahun ke depan, sepakbola Indonesia semakin baik, hak siar televisi meningkat, peminat dating dari dalam dan luar negeri, dan Industri Sepakbola diperhitungkan dalam sumber devisa Negara. Betapa indahnya keadaan itu! Berawal dari kecintaan terhadap sepakbola, pemuda-pemudi Indonesia menjadi harapan dan kebanggaan bangsa Indonesia yang sesungguhnya!
    
”Sepakbola adalah sebuah kebahagiaan dan kecintaan, bukan kesedihan dan kebencian. Sepakbola adalah Perayaan Hiburan, bukan sebuah Kuburan.” – Akmal Marhali

Comments